"Di antara ciri-ciri kebahagian dan kemenangan seorang hamba adalah:
- Bila ilmu pengetahuannya bertambah, bertambah pula kerendahan hati dan
kasih sayangnya.
- Setiap bertambah amal-amal shalih yang dilakukan,
bertambah pula rasa takut dan kehati-hatiannya dalam menjalankann
perintah Allah.
- Semakin bertambah usianya, semakin berkuranglah
ambisi-ambisi keduniaannya.
- Ketika bertambah hartanya, bertambah pula
kedermawanannya dan pemberiannya kepada sesama.
- Jika bertambah tinggi
kemampuan dan kedudukannya, bertambahlah kedekatanya pada manusia dan
semakin rendah hati kepada mereka.
Sebaliknya, ciri-ciri kecelakaan
adalah:
- Ketika bertambah ilmu pengetahuannya, semakin bertambah
kesombongannya.
- Setiap bertambah amalnya, kian bertambah kebanggaannya
pada diri sendiri dan penghinaannya pada orang lain.
- Semakin bertambah
kemampuan dan kedudukannya, semakin bertambah pula kesombongannya."
(Al
Fawa-id, Imam Ibnul Qayyim).
Saudaraku,
Suasana apakah yang terekam dalam jiwa kita saat membaca kalimat-kalimat
tersebut? Adakah kita berada dalam daftar orang-orang yang berbahagia
dan menang? Atau, celaka? Semoga Allah SWT membimbing hati dan langkah
kita untuk tetap memiliki ciri-ciri (karakter) orang-orang yang berbahagia dan
menang. Semoga Allah Swt. menjauhkan hati dan langkah kita dari ciri-ciri
orang-orang yang terpedaya oleh ilmu, amal dan kemampuannya. Amiin.
Saudaraku,
Salah satu pesan yang bisa kita petik dari petua Ibnul Qayyim
rahimahullah itu adalah, kedalaman ilmunya tentang lintasan dan
perasaan-perasaan jiwa. Ibnul Qayyim rahimahullah yang banyak berguru
pada Imam Ibnu Taimiyyah itu, berhasil mengenali karakter jiwa
kemanusiaannya, sampai ia pun kemudian banyak mengeluarkan
nasihat-nasihat yang maknanya sangat dalam dan menyentuh tentang jiwa.
Saudaraku,
Mengenali diri memang penting. Rasulullah SAW juga mengajarkan kita
untuk lebih banyak bercermin dan mengevaluasi dri sendiri, berbanding
bercermin dan mengevaluasi orang lain. Orang yang sibuk oleh aib dan
kekurangannya, kata Rasulullah lebih beruntung, berbanding orang yang
sibuk memperhatikan kekurangan orang lain.
Dan memang, manfaat menjalani nasihat Rasulullah SAW ini adalah
seperti dikatakan Ibnul Qayyim,
“Barangsiapa yang mengenal dirinya, ia
akan sibuk memperbaiki diri daripada sibuk mencari-cari aib dan
kesalahan orang lain.”
Saudaraku,
Genggam erat-erat tali keimanan kita,
Kenalilah diri. Pahami kebiasaannya. Rasakan setiap
getaran-getarannya. Lalu berhati-hati dan kontrollah kemauan dan
kecenderungannya. Waspadai kekurangannya dan manfaatkan kelebihannya.
Berdoálah pada Allah agar Ia menyingkapkan ilmu-Nya tentang diri.
Sebagaimana senandung doá yang dilantunkan Yusuf bin Asbath, murid
Sofyan Ats Tsauri:
"Ällahumma arrifni nafsii”, Ya Allah kenalkan aku
dengan diriku…
Jiwa manusia banyak menyimpan rahsia. Misteri hati dan jiwa manusia
sulit dikenali dengan baik kecuali dengan bantuan Allah SWT kepada kita.
Kerana itu ulama terkenal yang ahli dalam masalah kejiwaan, Sahal bin
Abdillah mengatakan bahwa,
"Mengenali diri sendiri itu lebih sulit dan
lebih halus daripada mengenali musuh."
Artinya, aib dan kekurangan yang
terselubung dalam diri, sangat sulit dikesan, dan harus dibuka oleh
Allah agar seseorang dapat membersihkan diri dan jiwanya.
Jika seseorang telah berhasil mengenal dan mengetahui bagaimana keadaan jiwanya, maka ia akan mudah mengontrol dan mengawasi
keinginan-keinginan buruknya. Inilah yang dikatakan ulama Makkah bernama
Wuhaib bin Ward,
“Sesungguhnya di antara kebaikan jiwaku adalah
pengetahuanku tentang keburukan jiwaku. Cukuplah seorang mukmin
memelihara dirinya dari keburukan bila ia mengetahui keburukan jiwanya
kemudian ia meluruskannya.”
Sebagaimana juga perkataan Hasal Al Bashri,
“Seorang hamba masih
dalam keadaan baik selama ia menyadari dan mengetahui sesuatu yang
merusak amal-amalnya. (Az Zuhd, Imam Ahmad)
Saudaraku,
Semoga Allah mempererat genggaman tangan kita dijalan-Nya. Itulah
pentingnya mengenali diri. Sampai-sampai Umar bin Abdul Aziz yang
digelar sebagai khulafa rasyidin kelima itu mengatakan,
“Aku mempunyai akal
yang aku takut Allah akan mengazabku kerananya.”(Riyadun Nufus, 1/355).
Umar bin Abdul Aziz banyak merenungi dirinya dan sangat mengenal
dirinya, sehingga muncullah perkatan luar biasa itu.
Bahkan, kerana pengenalan diri yang dalam itu, Fudhail bin Iyadh
radhiallahu anhu mengatakan,
“la ya’rifur riya ila mukhlish,” riya tak
mungkin di sadari, kecuali orang yang ikhlas.
Ya, orang yang merasakan
manisnya keikhlasan, pasti akan mengetahui pahitnya riya. Sebaliknya,
orang yang tidak pernah merasakan nikmatnya ikhlas, tak mungkin bisa
mengenali pahitnya riya. Begitulah. Manisnya ikhlas dan pahitnya riya,
hanya dirasakan oleh orang-orang yang terbiasa dan mengenali getaran
jiwa.
Saudaraku,
Apa yang dikatakan Fudhail itu tadi pun bertolak kerana keadaan
dirinya yang sangat mengenal karakter jiwanya sendiri. Orang yang tidak
mengenal dirinya, bahkan mengingkari keburukan dirinya adalah orang yang
tidak akan mampu mengetahui apalagi mempengaruhi jiwa orang lain.
Apalagi meluruskan kebengkokannya, ia tidak akan mampu. Inilah kandungan yang disebutkan oleh Al Kailani ketika ia mengatakan,
“Bila engkau mampu
meluruskan kekurangan yang ada pada dirimu, berarti engkau mampu
meluruskan yang ada pada selain dirimu.”
Ia melanjutkan,
“Kemampuanmu
menghilangkan kemungkaran tergantung dengan kekuatan imanmu memerangi
kemungkaran dalam dirimu. Kelemahanmu tinggal diam di dalam rumah dari
merubah kemungkaran adalah karena kelemahan imanmu dalam memerangi
kemungkaran yang ada dalam dirimu. Kekokohan dan kekuatan imanlah yang
mengokohkan para ulama saat mereka berhadapan dengan pasukan syaitan
baik manusia dan jin.”(Al-Fathur Rabani, 30)
“Allahumma arrifnii nafsii…” Ya Allah, kenalkan aku pada diriku…
Penghargaan:
- Majalah Tarbawi
- Onwer of the pictures. (Sorry la, sedut dari google. Tak reti nak edit gambar. :'( )